Mengenai matinya Dahlan Djambek, di jakarta di kalangan politisi Islam tersiar fersi banhwa Dahlan Djambek pada tanggal 10 September lalu mengirim surat kepada Kolonel Suryosumpeno. Disitu ia menerangkan pendiriannya ia tidak hendak menyerah. Ia berkeberatan sekali mengangkat sumpah menyatakan setia kepada UUD 1945, kepada Manipol Usdek dan terutama kepada Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Sebagai seorang Islam ia memegang pendirian ia hanya dapat bersumpah menyatakan setia hanya kepada Tuhan dan tidak kepada manusia karena perbuatan itu “syirik”. Oleh karena itu, tulis Dahlan Djambek, biarlah ia ditangkap saja oleh APRI lalu di bawa ke depan Mahkamah Pengadilan kemudian kalau didapati bersalah kemudian dihukum setimpal.
Pendirian Dahlan Djambek yang telah diberitahukannya kepada pihak penguasa setempat tidak disukai oleh alat negara yang bertugas di Sumatera Barat, maka guna tidak memperpanjang-panjang lagi persoalan, maka dikirimlah satu peleton ketempat persembunyian Dahlan Djambek dan ditempat itu dia ditembak mati.
Satu versi lain mengatakan dia ditembak oleh OPR dan OPR ini telah di ilfiltrasi oleh orang-orang kumunis. Sampai dimana tingkat kebenaran ini, saya tidak dapat memastikannya. Toh saya mencatatnya siapa tahu ada gunanya sebagai referensi bagi penyelidikan sejarah dimasa datang.
Rosihan Anwar, Sukarno, Tentara, PKI, Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965, Pengantar Salim Said, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, Halaman 68-69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar