Sabtu, 12 Oktober 2013

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 2 TAHUN 2007
T E N T A N G
POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Menimbang:a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, maka Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan Nagari dan Peraturan Daerah Kabupaten se Sumatera Barat tentang Pemerintahan Nagari, perlu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi
b. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
c. bahwa untuk sinkronisasi penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan yang baik dan efektif di nagari, maka perlu diatur ketentuan mengenai Pokok—Pokok Pemerintahan Nagari
d. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud huruf a, b, dan c perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari



Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah - daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, menjadi Undang-undang jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389)
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 yang telah ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 tambahan Lembaran Negera Nomor 4437)
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah dan Keuangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 158 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4587 )
8. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan ( Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 159 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4588 )
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Penyesuaian Peristilahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Kelurahan
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT Dan GUBERNUR SUMATERA BARATM E M U T U S K A N
Menetapkan
PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah Propinsi adalah Gubernur dan Perangkat Daerah Propinsi.
4. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota.
6. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota dilingkungan Propinsi Sumatera Barat.
7. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat Minangkabau (Adat Basandi Syarak, syarak Basandi Kitabullah) dan atau berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat.
8. Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari berdasarkan asal usul Nagari di wilayah Propinsi Sumatera Barat yang berada dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Wali nagari adalah pimpinan Pemerintahan Nagari.
10. Jorong atau dengan nama lain yang setingkat dan terdapat dalam Nagari adalah bagian dari wilayah Nagari.
11. Badan Permusyawaratan Nagari yang selanjutnya disebut BAMUS NAGARI adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah nagari sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
12. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintahan Nagari dalam memberdayakan masyarakat.
13. Kerapatan Adat Nagari yang selanjutnya disebut KAN adalah Lembaga Kerapatan dari Ninik Mamak yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat dan berfungsi memelihara kelestarian adat serta menyelesaian perselisihan sako dan pusako.
14. Anak Nagari adalah warga masyarakat yang ada di nagari dan di rantau.
Inilah anak-nagari nan dari rantau:  +  + 

15. Harta Kekayaan Nagari adalah harta benda yang telah ada atau yang kemudian menjadi milik dan kekayaan nagari baik bergerak maupun tidak bergerak.
16. Ulayat Nagari adalah harta benda dan kekayaan nagari diluar ulayat kaum dan suku yang dimanfaatkan untuk kepentingan anak nagari.
17. Suku adalah himpunan beberapa kaum atau payung dalam sistem kekerabatan yang berlaku dan tumbuh dalam masyarakat.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari selanjutnya disebut APB Nagari adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Nagari yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintahan Nagari dan BAMUS NAGARI yang ditetapkan dengan Peraturan Nagari.

BAB II
NAGARI DAN WILAYAH NAGARI
Pasal 2
Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam hal adat istiadat.
Pasal 3
Wilayah Nagari, meliputi wilayah hukum adat dengan batas-batas tertentu yang sudah berlaku secara turun temurun dan dan diakui sepanjang adat.

BAB III
PEMERINTAHAN NAGARI
Pasal 4
(1) Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaran urusan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus kepentingan serta memberikan pelayanan pada masyarakat setempat.
(2) Pemerintah Nagari sebagai pemerintah terendah berlaku dan ditetapkan di seluruh Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Barat.
Bagian Kesatu Organisasi
Pasal 5
(1). Untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di nagari, dibentuk Pemerintahan Nagari yang terdiri dari Pemerintah Nagari dan BAMUS NAGARI
(2). Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Nagari dan BAMUS NAGARI diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 6
(1). Pemerintah Nagari terdiri dari Wali Nagari dan Perangkat Nagari.
(2). Perangkat Nagari terdiri dari Sekretaris Nagari dan perangkat lainnya.
(3). Sekretaris Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
Pasal 7
(1) Wali Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipilih langsung oleh warga masyarakat nagari.
(2) Masa Jabatan Wali Nagari adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih hanya 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(3) Tata cara penetapan calon Wali Nagari, calon pemilih dan pemilihan Wali Nagari diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten /Kota
Bagian Kedua Kewenangan
Pasal 8
Kewenangan Nagari mencakup :
a. Urusan Pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Nagari.
b. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari.
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
d. Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh Peraturan Perundang-undangan diserahkan kepada Nagari.
Pasal 9
(1) Penyerahan sebahagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten /Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Pemerintahan Nagari adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatan pelayanan, peran serta dan prakarsa yang bertujuan untuk kesejahteraan anak nagari.
(2) Penyerahan kewenangan dari Kabupaten/ Kota kepada Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati / Walikota.
Pasal 10
(1) Wali Nagari menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nagari (RPJMN) untuk jangka waktu 6 (enam) Tahun ditetapkan dengan Peraturan Nagari dan menyusun Rencana Kerja pembangunan Nagari (RKPN) tiap tahun.
(2) Wali Nagari memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada Bupati/ WaliWalikota melalui Camat.
(3) Wali Nagari menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS NAGARI.
Pasal 11
Tugas, wewenang, Kewajiban dan Hak Wali Nagari diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Ketiga BAMUS NAGARI
Pasal 12
(1) Anggota BAMUS NAGARI terdiri dari unsur Ninik Mamak / tokoh adat /kepala suku, Alim Ulama / Tokoh Agama, Cadiak Pandai /cendikiawan, Bundo Kanduang /Tokoh Perempuan dan komponen masyarakat lainnya yang tumbuh dan berkembang dalam Nagari bersangkutan dengan mempertimbangkan representasi Jorong yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2) Masa jabatan anggota BAMUS NAGARI adalah 6 ( enam ) tahun dan dapat dipilih kembali untuk (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(3) Pimpinan BAMUS NAGARI dipilih dari dan oleh Anggota BAMUS NAGARI.
(4) Jumlah Anggota BAMUS NAGARI ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 ( lima ) orang dan paling banyak 11 ( sebelas ) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan Nagari.
(5) Tata cara penetapan calon, pemilihan calon dan pemilihan anggota BAMUS NAGARI diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 13
Tugas, wewenang, kewajiban dan hak BAMUS NAGARI diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

BAB IVPERATURAN NAGARI
Pasal 14
(1) Peraturan Nagari ditetapkan oleh Wali Nagari dengan persetujuan bersama BAMUS NAGARI
(2) Peraturan Nagari dibentuk untuk penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
(3) Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat nagari setempat.
(4) Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(5) Setiap Peraturan Nagari harus disampaikan oleh Wali Nagari kepada Bupati / Walikota melalui camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7 hari sebelum ditetapkan.
(6) Tata cara penyusunan peraturan nagari diatur dalam peraturan daerah Kabupaten/ Kota dengan mempedomani Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Untuk melaksanakan Peraturan Nagari, Wali Nagari menetapkan Peraturan Nagari dan atau Keputusan Wali Nagari.

BAB V
KEUANGAN NAGARI
Bagian Kesatu Harta Kekayaan
Pasal 16
Harta Kekayaan Nagari meliputi :
a. Pasar nagari.
b. Tanah lapang atau tempat rekreasi nagari.
c. Balai, Mesjid dan/atau Surau nagari.
d. Tanah, hutan, sungai, kolam dan /atau laut yang menjadi ulayat nagari.
e. Bangunan yang dibuat oleh Pemerintah Nagari dan atau anak nagari untuk kepentingan umum.
f. Harta benda dan kekayaan lainnya.
Pasal 17
(1) Pemanfaatan dan pengelolaan harta kekayaan nagari dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari berdasarkan Peraturan Nagari.
(2) Sebelum Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan, Pemerintah Nagari melakukan konsultasi / koordinasi dengan KAN.
Pasal 18
(1) Harta kekayaan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang dikelola oleh pihak lain, setelah masa pengelolaannya berakhir dikembalikan kepada Nagari.
(2) Harta Kekayaan Nagari yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat diatur kembali pemanfaatannya dengan memperhatikan kepentingan nagari.
(3) Pengelolaan, pemanfaatan dan pembagian hasil harta kekayaan nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut Peraturan Nagari dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua APB Nagari
Pasal 19
(1) APB Nagari terdiri dari bagian pendapatan Nagari, Belanja Nagari dan Pembiayaan.
(2) Rancangan APB Nagari dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan nagari.
(3) Wali Nagari bersama BAMUS NAGARI menetapkan APB Nagari setiap tahun dengan Peraturan Nagari.
Pasal 20
Pedoman penyusunan APB Nagari, Perubahan APB Nagari, perhitungan APB Nagari, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Nagari ditetapkan dengan Peraturan Bupati / Walikota.
Bagian Ketiga Pendapatan
Pasal 21

Pendapatan dan Penerimaan Nagari meliputi :1. Pendapatan asli Nagari, terdiri dari :
a. Hasil kekayaan nagari
b. Hasil usaha nagari.
c. Retribusi Nagari, terutama retribusi asli yang sudah ada di nagari
d. Hasil swadaya dan sumbangan masyarakat.


e. Hasil gotong royong
f. Lain-lain pendapatan asli nagari yang sah.

2. Penerimaan bantuan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Propinsi serta Pemerintah, terdiri dari:
a. Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10 % ( sepuluh per seratus) untuk nagari dan dari Retribusi Kabupaten/Kota sebahagian diperuntukan bagi nagari.
b. Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk nagari paling sedikit 10 % ( sepuluh per seratus ), yang pembagian untuk setiap nagari secara proporsional yang merupakan Alokasi Dana Nagari.
c. Pembiayaan atau pelaksanaan Tugas Pembantuan.
d. Bantuan lainnya dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
e. Bagian dari hasil penerimaan Pemerintah yang dipungut dan berasal dari nagari.
3. Penerimaan lain-lain, terdiri dari :
a. Sumbangan pihak ketiga
b. Pinjaman Nagari.
c. Hasil kerjasama dengan pihak lain.
d. Pendapatan lain-lain yang sah.
Pasal 22
(1) Untuk meningkatkan pendapatan nagari, Pemerintahan Nagari dapat membentuk Badan Usaha Milik Nagari yang berkedudukan di nagari dan dapat membuka cabang di rantau.
(2) Tata cara pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Nagari ditetapkan berdasarkan pedoman dalam Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.
(3) Untuk pengembangan ekonomi anak nagari dapat dihimpun permodalan dengan mengerahkan potensi yang ada di nagari dan di rantau.
Pasal 23
(1) Sumber-sumber pendapatan dan penerimaan nagari sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dikelola melalui APB Nagari .
(2) Ketentuan mengenai sumber-sumber keuangan nagari diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 24
(1) Wali Nagari berdasarkan persetujuan BAMUS NAGARI dan pertimbangan KAN, dapat menerima bantuan dan lain-lain pemberian dari berbagai sumber.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditolak, apabila merusak dan menggoyahkan sendi kehidupan Adat dan Syarak di Nagari yang bersangkutan

BAB VIPEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN
Pasal 25
(1) Pemerintahan Nagari dapat dibentuk, dimekarkan, dihapus, dan atau digabung setelah memperhatikan aspek kepentingan masyarakat dan kondisi daerah dengan mengacu kepada kriteria tertentu, serta tidak merusak kelestarian adat / struktur adat pada kesatuan masyarakat dan wilayah hukum adat tersebut.
(2) Tata cara dan kriteria pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan pemerintahan nagari serta pengalihan aset diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Keberadaan KAN pada Pemerintahan Nagari yang dimekarkan, dihapus dan atau digabung diatur dengan Paraturan Daerah Kabupaten / Kota.
Pasal 26
Pembentukan Pemerintahan Nagari di Kota dapat dilakukan atas inisiatif masyarakat setempat dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB VII
KERJASAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN.
Pasal 27
(1) Wali Nagari secara bersama-sama mengatur dan mengurus kepentingan antar nagari setelah mendapat persetujuan dan BAMUS NAGARI.
(2) Bentuk dan Tata Cara kerjasama nagari-nagari antar Kabupaten/Kota diatur bersama sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.
(3) Bila terjadi perselisihan antar nagari dalam 2 ( dua ) Kabupaten/Kota atau lebih, diselesaikan secara bersama sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur .
(4) Kerjasama Nagari dengan pihak lain diatur dengan Peraturan Nagari

BAB VIII
KERAPATAN ADAT NAGARI ( KAN )
Bagian Kesatu Kedudukan
Pasal 28
KAN berkendudukan sebagai lembaga perwakilan permusyawaratan masyarakat adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat.
Bagian Kedua
Pasal 29
Tugas dan fungsi, susunan dan kedudukan serta hak dan kewajiban KAN akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

BAB IX
TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 30
(1) Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota dapat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintahan nagari yang disertai dengan pemberian sarana, prasarana, sumber daya manusia serta pembiayaannya.
(2) Pemerintah nagari dapat menolak tugas pembantuan apabila tidak disertai dengan pemberian sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta pembiayaannya.

BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi meliputi :
1. Memberikan pedoman pelaksanaan tugas pembantuan
2. Menetapkan bantuan keuangan dari Pemerintah Propinsi
3. Memfasilitasi penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
4. Melakukan pengawasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
5. Memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan Pemerintahan Nagari
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan tertentu skala propinsi
7. Melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pemerintahan nagari pada nagari-nagari tertentu
8. Memberikan penghargaan atas prestasi penyelenggaraan Pemerintahan Nagari dan lembaga kemasyarakatan tingkat Propinsi
9. Melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan di nagari skala Propinsi.

BAB XI
PELAKSANAAN, PENEGAKAN DAN SANKSI
Pasal 32
(1) Seluruh warga masyarakat anak nagari mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk menjaga, mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai syarak, adat dan budaya di nagari.
(2) Seluruh warga masyarakat anak nagari mempunyai kewajiban dan tanggungjawab dalam hal penegakan untuk terlaksananya dengan baik nilai-nilai syarak, adat dan budaya di nagari.
(3) Pelanggaran terhadap sistem nilai syarak, adat dan budaya yang berlaku diberikan sanksi sesuai dengan adat salingka nagari yang diatur dengan Peraturan Nagari.
(4) Tata cara pelaksanaan, penegakan dan sanksi sebagaimana ayat (1),(2) dan (3) diatur secara teknis dengan Peraturan Nagari dan mengacu kepada pedoman yang diterbitkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.

BAB XIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) Desa, desa eks transmigrasi yang telah beralih statusnya menjadi nagari, maka harta kekayaan sepenuhnya dialihkan menjadi kekayaan nagari yang dikelola oleh Pemerintahan Nagari.
(2) Pengawasan terhadap pengalihan kekayaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh BAMUS NAGARI, KAN dan masyarakat nagari.
Pasal 34
Pemerintahan Desa dan Kelurahan yang berada di Kabupaten, segera menyesuaikan menjadi sistim Pemerintahan Nagari sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, paling lambat 2 (dua) tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 35
Lembaga Perwakilan Permusyawaratan Masyarakat Adat di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebutannya disesuaikan dengan lembaga yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat.

BAB XIII
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat mengakui dan menjunjung tinggi keberadaan adat istiadat.
(2) Pembinaan dan pelestarian adat istiadat dilakukan oleh masyarakat adat, pemangku adat, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kabupaten / Kota dan Pemerintah Propinsi.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Daerah ini merupakan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pengaturan Pemerintahan Nagari.
Pasal 38
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari dan Peraturan lainnya yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan nagari di Propinsi Sumatera Barat yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Barat.
Ditetapkan di P a d a n g
pada tanggal 30 – 1 - 2007
GUBERNUR SUMATERA BARAT
dto
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di P a d a n g
pada tanggal 30 Januari 2007
SEKRETARIS DAERAH
dto
DRS.
H.
YOHANNES DAHLAN
PEMBINA UTAMA MADYA NIP.
410003662
LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 2007 NOMOR

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARATNOMOR : TAHUN 2007
T E N T A N G
POKOK – POKOK PEMERINTAHAN NAGARI
1. U M U MBeberapa hal yang mendasari perubahan tentang pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari yang dulunya diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan Nagari adalah :
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan, bahwa Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga sendiri menurut asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Pemberian otonomi luas kepada Daerah.
Dimaksud untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Disamping itu melalui otonomi luas Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan kekhususan, potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistim Negara kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi Daerah, Pemerintah Daerah perlu memperhatikan hubungan kelembagaan pemerintahan otonomi terendah di dalam sistem Pemerintahan Daerah, pengelolaan potensi dan keanekaragaman budaya, aspek keuangan serta sumberdaya lainnya secara adil dan selaras.
Selanjutnya juga perlu diperhatikan peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini bertujuan agar daerah mampu menjalankan peran dan kewenangan yang dimiliki dalam sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara .
2. Penyelenggaraan otonomi Daerah di tingkat Nagari, dalam Propinsi Sumatera Barat dimaknai pada kebijakan yang secara umum digariskan dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan Nagari, sedangkan secara teknis operasional diatur dan ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten.
Dalam konteks ini dimaksudkan agar otonomi Daerah di Sumatera Barat berlandasakan pada kemampuan masyarakat di Nagari untuk memiliki kemandiri dalam mengurus kepentingan sendiri.
Hal ini sebagai upaya ke arah terwujudnya otonomi masyarakat di Nagari-nagari sebagai basis otonomi Daerah melalui tatanan praktek penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagai wujud sistem Pemerintahan Terendah otonomi di Sumatera Barat.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan peluang yang luas kepada Daerah untuk mengatur Pemerintahan desa atau dengan nama lainnya .
Sehubungan dengan itu pemerintah Propinsi Sumatera Barat mengambil kebijakan untuk kembali ke sistem Pemerintahan Nagari dengan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan Nagari.
3. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, maka perlu dilakukan penyesuaian dan penyempurnaan terhadap pengaturan tentang Pemerintahan Nagari.
Menurut pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya substansi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang terkait dengan Desa, perlu disesuaikan dengan menetapkan Peraturan Daerah yang baru sebagai pengganti Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2000 pada prinsipnya Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat tetap konsisten untuk mempertahankan kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Terendah dalam bentuk sistem Pemerintahan Nagari yang memiliki otonomi asli didasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat.
Dengan pengertian bahwa sistim Pemerintahan Nagari tetap dipertahankan eksistensinya.
d. Konsekuensi logis dari ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka perubahan mendasar yang perlu dilakukan terhadap Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari adalah :
1). Pengertian Nagari : yaitu Nagari adalah Kesatuan Masyarakat Hukum yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat Minangkabau ( Adat Basandi Syarak, syarak Basandi Kitabullah/ABS –SBK, yang diakui dan dihormati dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2). Pemerintahan Nagari adalah satuan pemerintah otonom berdasarkan asal usul Nagari di wilayah Propinsi Sumatera Barat dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
3). Istilah Badan Perwakilan Nagari ( BPN ) atau dengan nama lainnya diganti dengan Badan Permusyawaratan Nagari yang disingkatkan BPN.
4). Jorong atau dengan nama lain yang setingkat dan terdapat dalam Nagari adalah bagian dari wilayah Nagari.
5). Masa jabatan Wali Nagari adalah 6 ( enam ) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan hanya dapat dipilih lagi untuk 1 ( satu ) kali masa jabatan berikutnya.
6). Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Nagari adalah 6 ( enam ) tahun dan hanya dapat dipilih lagi untuk 1 ( satu ) kali masa jabatan berikutnya.
7). Sekretaris Nagari diisi dari Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang memenuhi persyaratan, dalam rangka pemantapan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, pelaksanaan Pembangunan dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Nagari.
e. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat, maka perlu dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian beberapa substansi sebagai berikut :
1). Kewenangan Nagari.
Dalam rangka efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah , Pemerintah Kabupaten/Kota menyerahkan sebagian urusan pemerintahannya kepada Pemerintah Nagari yang meliputi urusan-urusan sebagai berikut :
- Urusan Pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Nagari.
- Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari.
- Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
- Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Nagari.
2). Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari, belum mengatur tentang keberadaan Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) Oleh karena Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) merupakan mitra Pemerintahan Nagari dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, maka keberadaannya sangat diperlukan.
3). Penyesuaian dan penyempurnaan terhadap Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2000 adalah dimaksudkan untuk :
- Mengurangi munculnya masalah-masalah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
- Menampung berbagai masukan yang dapat mendorong terciptanya demokrasi yang mencerminkan musyawarah dan mufakat di Nagari.
- Meningkatkan kinerja Pemerintahan Nagari dengan prinsip-prinsip Good Goovermance, Clean Goovermance dan Pemerintahan Nagari yang mandiri.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka I s/d 17 : Cukup jelas
Pasal 2 : Nagari tidak hanya dilihat sebagai wilayah administrasi Pemerintahan akan tetapi dimaknai pula sebagai kesatuan masyarakat hukum adat Minangkabau dalam hal mana seluruh warga masyarakat secara bersama-sama mengembangkan potensi Nagari (sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan) serta mengembangkan nilai-nilai syarak, adat dan budaya di Nagari, sesuai falsafah adat salingka Nagari dan Adat sebatang panjang untuk tercapainya dan suksesnya penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat dan anak Nagari.
Pasal 3 : Kesepakatan dimaksud dari Pemerintahan Nagari, KAN dan Masyarakat Batas Wilayah Administrasi dan batas Wilayah Adat
Pasal 4 : Huruf a : Yang dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul Nagari adalah hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan.
Huruf b : Pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c : Untuk menyelenggarakan tugas pembantuan dimaksud berpedoman kepada peraturan yang lebih tinggi.
Pasal 5 : Cukup jelas
Pasal 6 : Cukup jelas
Pasal 7 :
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan perangkat lainnya dalam ketentuan ini adalah pelaksanaan teknis lapangan, Kepala Urusan, unsur kewilayahan, Kepala Jorong atau dengan sebutan lain.
Ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 8 : Cukup jelas
Pasal 9 : Cukup jelas
Pasal 10 : Cukup jelas
Pasal 11 :
Ayat : Cukup jelas
Ayat (1) : Badan Permusyawaratan Nagari sebagai Lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
Ayat (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Pimpinan BPN terdiri dari satu orang Ketua dan satu orang Wakil Ketua dipilih langsung oleh anggota BPN dalam rapat Badan Permusyawaratan Nagari yang diadakan secara khusus untuk itu.
Ayat (4) : Cukup jelas
Ayat (5) : Cukup jelas
Pasal 12 : Cukup jelas
Pasal 13 : Cukup jelas
Pasal 14 : Pemanfaatan dan Pengaturan harta kekayaan Nagari dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari berdasarkan Peraturan Nagari.
Pasal 15 :
Ayat (1) : Yang dimaksud setelah masanya berakhir dikembalikan ke Nagari adalah untuk menyatakan bahwa setiap kemungkinan perpanjangan perjanjian dengan Pihak ke tiga harus dilakukan bersama dengan pemerintahan nagari.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 16 :
Ayat (1) : Pendapatan asli Nagari meliputi usaha Nagari, hasil kekayaan nagari, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Nagari yang sah.
Ayat (2) : Bantuan keuangan dari Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Propinsi serta Pemerintah adalah bantuan yang bersumber dari APBD dan APBN yang disalurkan melalui Kas Nagari dalam rangka peningkatan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.
Ayat (3) : Yang dimaksud sumbangan dari pihak ketiga dalam ketentuan ini dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang.
Pasal 17 :
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Dalam pedoman pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Nagari dalam Peraturan Daerah Kabupaten tidak mengatur hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya usaha monopoli di nagari
Ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 18 : Cukup jelas
Pasal 19 : Cukup jelas
Pasal 20 : Cukup jelas
Pasal 21 : Cukup jelas ( Pasal Baru )
Pasal 22 :
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Bentuk dan tata cara kerjasama dan penyelesaian perselisihan ditetapkan berdasarkan pedoman dari Pemerintah dan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di Daerah.
Ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 23 : Cukup jelas
Pasal 24 : Cukup jelas
Pasal 25 : Tugas-tugas dilaksanakan setelah melalui proses bajanjang naiak, batanggo turun ( bertangga naik, berjenjang turun ) serta berkoordinasi dengan Pemerintahan Nagari.
Pasal 26 : Fungsi-fungsi pada pasal 25 dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari ( KAN) berdasarkan asas musyawarah dan mufakat menuruik alua jo patuik ( menurut alur dan patut ) sepanjang tidak bertentangan dengan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Pasal 27 :
Ayat ( 1 ) : Penyelesaian sengketa menyangkut sako dan pusako diupayakan melalui musyawarah dan mufakat memurut ketentuan yang berlaku sepanjang adat.
Upaya penyelesaian sengketa dilaksanakan secara bajanjang naiak batanggo turun
Ayat ( 2) : Cukup jelas
Ayat ( 3) : Cukup jelas
Pasal 28 : Alim Ulama,Candiak Pandai dapat berperan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kerapatan Adat Nagari ( KAN ).
Pasal 29 : Cukup Jelas ( Pasal Baru )
Pasal 30 : Cukup jelas ( Pasal Baru )
Pasal 31 : Cukup jelas ( Pasal Baru )
Pasal 32 : Cukup jelas
Pasal 33 : Cukup jelas
Pasal 34 : Cukup jelas
Pasal 35 : Cukup jelas
Pasal 36 : Desa-desa yang berada di Kota sejak ditetapkan Peraturan Daerah ini beralih statusnya menjadi Nagari ( Pasal baru )
Pasal 37 :
Ayat ( 1 ) : Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengenai pengaturan lebih lanjut tentang sistem Pemerintahan Desa ke sistim Pemerintahan Nagari sesuai dengan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Ayat ( 2 ) : Disesuaikan dengan nama satuan Pemerintahan otonom berdasarkan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Pasal 38 : Cukup jelas
Pasal 39 : Cukup jelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar